Lab Act Senin, 27 September 2010 @ A2.1: Makna S.E.H.A.T

Tentu kita ingat dengan Lab act tahun ke-2, yang senantiasa diisi oleh Three Musketeer alias dosennya itu-itu lagi, kecuali di bagian tertentu yang dosennya khusus. Begitu juga dengan lab act tahun sekarang, yang setiap pekannya tidak pernah luput dari dosen yang ”laki-laki” dan dosen yang “perempuan”. Tapi, pekan ini, alias dari 27 sept – 1 okt, kita kedatangan dosen dari bagian faal, karena memang sekarang topiknya tentang fisiologi.

Hari itu Senin, 27 Sept 2010 pk 13.00 di a2.1. Setelah dijelaskan tentang klasifikasi fitness berdasarkan KATTUS, lima kelompok yang sedang bergumam di lab itu dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian menjalani tes ergocycle menggunakan sepeda yang biasa kita sering temukan di tempat fitness, dan satu lagi melakukan rhyming test, memakai “step up stool” (stool=bangku, bukan stool pada pemeriksaan diare yak, masak mahasiswa disuruh melangkahi kotoran).

Tes bertujuan mengukur heart rate mahasiswa yang menjalani tes fisik itu. Setelah heart rate diukur dengan menggunakan alat yang disediakan, nilainya kemudian dimasukkan ke nomogram, lalu disesuaikan lagi dengan usia dan berat badan partisipan. Hasil akhir yang dihitung adalah volume oksigen maximal yang bisa diambil seseorang, dalam satuan ml/kg berat badan/menit. Angka itu kemudian dimasukkan ke dalam klasifikasi fitness KATTUS, apakah low, fair, average, good, atau high.

Tiap tes (ergocycle dan rhyming test) dilakukan oleh lima mahasiswa. Dan, seperti biasa, ketika tes dilangsungkan, suasana ruang lab menjadi seperti pasar caringin. Meskipun begitu, tampaknya partisipan masing-masing tes begitu bersemangat, terutama seorang mahasiswa yang memiliki berat badan 135 kg. Awalnya ia ragu mengikuti tes, karena tabel konversi berat badan hanya sampai 100 kg. Lalu datanglah sang dosen wanita bagaikan malaikat di siang hari, mengizinkan ia untuk mengikuti tes.

Saking semagatnya, ia pun menjadi partisipan pertama pada rhyming tes. Ketika akan memasang belt di dada, sedikit terjadi kesulitan, yaitu beltnya engga muat, tapi masalah itu terselesaikan dengan mengendurkan tali beltnya. Di sisi lain, seorang mahasiswa berusia 18 tahun keturunan tiong hoa menjalani tes ergocycle.

Tes pun dimulai. Rhyming test dilakukan selama lima menit. Awalnya, tampaknya mahasiswa kelas berat itu bersemangat melangkah ke step lalu turun lagi mengikuti irama 4/4. 1 menit pun berlalu...

“Apa??! Baru 1 menit??!!”

“Ayo semangat Au*! Semangat! Semangat!”

Dua menit berlau, tiga menit berlalu...tiba-tiba terjadilah hujan lokal. Sambil terengah-engah ia terus melangkah dalam kondisi seperti habis kehujanan. Beberapa mahasiswa tampak kasihan dengan step yang ia pijak, karena step itu tampak begitu tabah menanggung beban yang ditangunggnya...

Stopwatch menunjukkan 4 menit sekian detik, namun sang mahasiswa menghentikan langkahnya, terengah-engah.

“Ya udah engga apa-apa. Cukup, istirahat saja. Tolong catat heart ratenya. 197.”

“Kamu lepas aja kemejanya. Iya, gitu.”

Ia kemudian duduk di lantai, berusaha mengatur nafas, layaknya orang yang setelah lari marathon. Tes pun beralih ke orang berikutnya, dan ruangan tidak henti-hentinya memantulkan ocehan. Mungkin itu lebih baik bagi mahasiswa yang tampaknya tidak melakukan apa-apa, karena sebagian terlihat duduk melamun, merenung, seperti memikirkan nasib...beberapa dengan mulut terbuka. Untung tidak ada yang mengatakan waktu lab adalah waktu melamun atau memikirkan nasib.

“Au*! Gimana hasilnya? Siapa yang nyatat hasilnya?”

“Heheheh.”

Tik, tak, tok, ting! Tik, tak, tok, ting! Tik, tak, tok, ting! Mahasiswa yang lain melakukan rhyming tes mengikuti irama metronom. Waktu itu ada seorang mahasiswi yang sedang labil berteriak.

“Ayo Hak**! Ayo, ayo, ayo! Semangat! Eh, kita jadi pom pom girl aja ya.”

Waktu menunjukkan pukul tiga lebih, dan sang dosen faal pun maju kembali ke depan.

“Ya. Ini hasilnya semua sudah keluar ya. Yang rhyming test. Semua hasilnya average ya, kecuali satu nih, yang fair. Nicho*** Adr***.”

Suara tawa menggaung di ruangan. Dosen itu pun kembali bertanya.

“Kamu kerjanya ngapain aja??” Terdengar lagi suara tawa yang lebih keras.

“Belajar, Dok. Belajar. Dia kerjanya belajar melulu.” Terdengar beberapa suara menjawab.

“Kalian sebagai mahasiswa juga harus berolah raga ya. Seminggu 3 kali. Bisa lari, 30 menit aja cukup. Atau walking selama satu jam.”

“Ya, dan ini ergocycle test, ada satu orang yang high. Dia memang katanya rutin berolah raga.”

Terdengar suara bisik-bisik memenuhi ruangan. Sepertinya beberapa mahasiswa mencari-cari siapa gerangan pahlawan atletis itu.

“Kalian itu harus hidup sehat ya. Sehat. Kalian tahu ga arti sehat? Sehat itu terdiri dari 5 huruf. S, E, H, A, dan T.”

Ruangan sedikit lebih tenang. Para mahasiswa menyimak dosen tamu itu yang sedang memulai ceramah kesehatannya.

“S itu Seimbang gizi. E itu Enyahkan rokok. H itu Hindari stress. A itu Awasi tekanan darah kalau-kalau bla bla bla (cukup panjang, penulis lupa apa lanjutannya –pen). T itu Teratur berolah raga.”

Serentak terdengar suara Uwweeee diikuti tepuk tangan. Setelah itu, dosen faal itu pun mengakhiri kegiatan lab.

Hari itu hari Senin, 27 Sept 2010 @A2.1. Para mahasiswa kemudian keluar ruangan dengan semangat, sambil mengingat-ngingat tentang makna sehat. Mereka juga tidak akan lupa, bahwa walaupun sebagai mahasiswa kedokteran yang sibuk bikin LI dan belajar sooca, mereka tetap perlu berolah raga. Satu pelajaran yang sangat berharga di hari yang cerah itu adalah bahwa olah raga amat penting bagi umat manusia yang menginginkan hidup sehat.


-The Class Watcher

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Followers


Recent Comments