Kamis, 23 September 2010, jam 14 @A5 teater

Hari itu adalah hari Kamis, 23 September 2010, yang seharusnya dilangsungkan kuliah CRP V. Kuliah sebenarnya dimulai jam 14 di a5 teater, tapi 10 menit sebelumnya ruangan sudah penuh. Ini mungkin karena ada isu kalo kuliah crp ga boleh terlambat karena dosennya “hip”.

Menit-menit berlalu, ruang kuliah masih ramai dan berisik, masing-masing sibuk dengan urusannya. Ada yang berdiri, mondar-mandir, ketawa-ketiwi, memamerken senyum pepsodentnya, baca patofisiologi Lily, atau hanya sekedar duduk terbengong setengah berharap kuliah tidak jadi. Itu adalah suasana ruang kuliah yang biasa terjadi setiap kali menunggu kuliah atau dosen yang terlambat. Yap, dosen yang katanya “hip” ini sepertinya terlambat, karena jam sudah menunjukkan pk 14.08 tapi kuliah masih belum dimulai.

Di tengah-tengah hingar-bingar anak-anak, saat itu kalau ada orang yang memerhatikan ke deretan kursi sebelah kanan agak ke depan, terlihat beberapa orang berpaling ke arah yang sama sambil menunjukkan muka khawatir dan prihatin. Beberapa bahkan mendekat ke objek pengamatan tersebut, yang berupa seorang mahasiswi.

Ruang kuliah masih begitu berisik, suara gabungan 26 huruf alfabet bercampur aduk hingga membentuk untaian puisi abstrak. Namun, jumlah orang yang melihat mahasiswa tersebut bertambah. Mereka melihat mahasiswa yang mengenakan jilbab merah duduk terkulai lemas. Mukanya menunjukkan ekspresi tak menentu, dan ia terlihat kesakitan. Orang-orang yang duduk di belakangnya mengira ia hanya sakit-lemas-pusing-ga enak badan biasa, tapi semakin banyak orang yang mengerumuninya.

“Gw harus nganterin dia sekarang.”

“Oy, anter dia.”

“Tanri! Tanri! Tanri! Sini Tan!”

Kira-kira itulah perkataan yang terdengar di tengah-tengah ruang teater yang masih berisik. Tampaknya, mahasiswi itu sakit parah, sehingga makin banyak orang mengerumuninya, dan beberapa mahasiswa berinisiatif untuk mengantarnya pulang atau ke rumah sakit. Namun, datang seorang wanita yang lebih tua, yang dengan mudah disimpulkan bahwa beliau adalah dokter yang seharusnya memberi kuliah saat itu.

Dokter CRP itu terlihat memegang tangan sang mahasiswi, memerhatikan dengan seksama, dan mengernyitkan dahi, menunjukkan bahwa beliau sedang mengukur denyut nadi pasiennya. Sekelilingnya ramai dengan mahasiswa, tapi tampaknya kerumunan mereka terkalahkan oleh menggelagarnya suara video publikasi yang saat itu sedang disetel. Suaranya bahkan mendominasi keributan ruangan itu.

Lalu, sesaat kemudian, muncul lagi suara yang paling keras di antara yang lain.

“MATIKAN LAGUNYA! MATIKAN LAGUNYA!”

Beberapa detik kemudian, video publikasi itu pun membisu.

“Kalian itu! Katanya mau jadi dokter! Tapi teman kalian sendiri yang sedang sakit tidak kalian pedulikan!”

“Coba lihat dia, denyut nadinya 130! Kalian tau ga itu artinya apa? Itu artinya blood flownya berkurang ke otak! Ini kasus emergency! DAN KALIAN MASIH RIBUT DENGAN URUSAN KALIAN MASING-MASING!”

Mungkin suara itu tidak sekeras dan semenakutkan monster raksasa yang siap melahap kembang desa yang diincarnya. Tapi, ruang teater yang tadinya begitu chaos oleh suara tidak jelas, dalam sekejap hening. Para mahasiswa membisu, semuanya menatap ke arah orang-orang yang mengerumuni mahasiswi yang masih terkulai lemas.

“Angkat dia! Bawa ke sini! Yang laki-laki, angkat dia! Jangan suruh dia jalan!!! Angkat! Bawa stretcher!” kata dokter itu begitu perempuan dengan wajah kesakitan berbaring di meja depan ruangan.”Stretcher itu tandu kalo kalian ga tau.”

Saat itu, dengan spontan beberapa mahasiswa dan mahasiswi bangkit, menggotongnya, da membawanya ke depan. Beberapa lagi mahasiswa berdiri, memasang muka cemas-prihatin, maju ke depan dan mengelilingi mahasiswi tersebut, seperti mengelilingi pasien yang masih berbaring pasca operasi. Tanri berlari ke belakang ruangan dengan tergesa, diikuti berapa perempuan, lalu beberapa menit kemudian kembali membawa tandu yang sering dilihat ada di sekre Asy-Syifaa’

“Kuliah hari ini dicancel! Saya harus membawa dia ke rumah sakit.”

“Angkat dia ke tandu. Yang lain ada yang bawa mobil dia.”

Mahasiswi itu pun diangkat, dibawa ke atas tandu, kemudian terdengar suara dari sana-sini mendiskusikan tentang baiknya jumlah orang yang mengangkat tandu. Akhirnya, empat orang relawan layaknya petugas PMI, membawa pasien keluar teater. Seorang mahasiswi memerintah empat orang itu agar mengikuti komando salah seorang dari mereka.

“Bawa dia ke RSHS! Nanti pas turun tangga, kepalanya duluan yang turun. Ya, kuliah hari ini dicancel. Kalian tanda tangan saja lembar kehadirannya. Nanti kita cari waktu untuk mengganti kuliah hari ini. Ada yang lihat tas saya? Laptop saya mana ya?”

Setelah mengambil barang-barangnya, dosen itu pun berlalu, seperti sebuah lagu yang menceritakan seseorang yang datang dan pergi begitu saja.

Ruangang kembali menjadi ribut, tapi kembali tenang setelah seorang ustadz bicara di depan untuk memimpin doa.

Beberapa menit kemudian, suasana kembali seperti saat dosen belum datang, seperti saat tak ada yang mengetahui kalau salah seorang dari teman mereka sedang begitu kesakitan. Namun, wajah prihatin, cemas, khawatir menjadi saksi sejarah bahwa teman mereka kini sedang berjuang menghadapi rasa sakit.

Hari itu adalah hari Kamis, 23 September 2010, yang seharusnya sedang dilangsungkan kuliah CRP V. Setidaknya, mereka yang berada di ruangan itu tidak akan lupa, bahwa teman mereka mengalami kondisi yang beruhubungan dengan apa yang sedang mereka pelajari sekarang. Dan, semoga mereka semua juga tidak lupa, bahwa hidup manusia tidaklah hanya untuk meresapi hal-hal pasti dan logis, tapi juga untuk membagi sentuhan emosional untuk mereka yang menderita dan membutuhkan..


-The Class Watcher

posted under |

5 komentar:

Fulki Fadhila mengatakan...

:')

syu mengatakan...

wuih, ini siapa nih yg nulis? keren..
soalnya nama saya banyak kesebut. hahaha :))
nggak ding.. asik aja jurnal angkatan jalan ^^

*kyknya sy tau siapa yg nulis. sok2 "class watcher" :p

Anonim mengatakan...

Saya bukannya ga peduli ma teman tapi saya ga soalnya tuch ruangan banyak orang dan saya duduk di bag.atas baru tau pas dokternya marah2. Tapi menurut saya dokternya agak lebai aja. Cepat sembuh,manda biar bisa kuliah lagi...

flori mengatakan...

dan flori termasuk orang yang ga tau stretcher itu apa..zzzz...

ayo 2008 makin satu,satu hati satu rasa..cupacups. :)

cepet sembuh ya man.

Unknown mengatakan...

hahahaha "laptop saya mana" paling nampol buahhahahaha~ ckckck
emang ruang lekcer segaban itu dan sgandeng itu expect apa dook?? ckck

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Followers


Recent Comments